1.1 Latar Belakang
Kemajuan-kemajuan
di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai
aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup
berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatanikatan
tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula
berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas.
Semakin
besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks
keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti
kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas
pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya.
Kompleksitas
lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita
ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat
diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan,
kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas
hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber
potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik
yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar
belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam
tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.
Seorang
pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami
faktorfaktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik
di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam
kelompok dan konflik antar kelompok.
Pemahaman
faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal
menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah
perkembangan yang positif.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konflik
Robbins
(1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah
suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian
antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak
yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang
menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh
adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini
bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan
dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan
permusuhan.
Perbedaan
pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik
bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti
konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam
persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu
yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik
namun mudah menjurus ke aarah konflik, terutuma bila ada persaingan
yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang
disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat
konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang
saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik
sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif
akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal
dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat
maupun bagi organisasi.
2.2 Jenis dan Sumber Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
Konflik Intrapersonal
Konflik
intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik
terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang
tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal
di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya
seringkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan
menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan
pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
Konflik Interpersonal
Konflik
Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain
karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi
antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain.
Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam
perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa
peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan
mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal
ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi
tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada
mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai
contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh
kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma
produktivitas kelompok dimana ia berada.
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik
ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam
organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja –
manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
Konflik antara organisasi
Contoh
seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara
lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut
dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah
menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru
dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara
lebih efisien.
Sumber Konflik
Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam dua kategori besar:
A. Karakteristik Individual
1.
Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs) atau
Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, untuk bertindak
positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah
menjadi sumber terjadinya konflik.
2. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik
muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan
kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada
perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang
memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk
tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain.
3. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences)
3. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences)
Persepsi
dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya
saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat
berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut.
B. Faktor Situasi
1. Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact)
Kemungkinan
terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara
fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di
antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya
konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti
pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi
terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
2. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another)
Dalam
kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak
yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
3. Perbedaan Status (Status Differences)
Apabila
seseorang bertindak dalam cara-cara yang ”arogan” dengan statusnya,
konflik dapat muncul. Sebagai contoh, dalam engambilan keputusan, pihak
yang berada dalam level atas organisasi merasa tidak perlu meminta
pendapat para anggota tim yang ada.
2.3 Metode Penyelesaian dan Penanganan Konflik
Untuk
menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri
sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara
untuk menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi diri
Bagaiman
kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan?
Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk
dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat
penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita
dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki,
bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan
mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam
menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi
dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi sumber konflik
Seperti
dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik
sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih
terarah kepada sebab konflik.
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan
ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan
jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan
salah satu
pihak
lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan
situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak
yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan –
bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan
organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan
ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut
secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda
konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba
untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak
kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik
meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres
karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu
jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar
pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa
bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga
hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan
pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Dominasi dan Penekanan
DOMINASI
atau KEKERASAN yang BERSIFAT PENEKANAN OTOKRATIK. Ketaatan harus
dilakukan oleh fihak yang kalah pada otoritas yang lebih tinggi atau
kekuatan yang lebih besar. MEREDAKAN atau MENENANGKAN, metode ini lebih
terasa diplomatis dlm upaya menekan dan meminimalkan ketidaksepahaman
d. Kompromi
PEMISAHAN,
pihak-pihak yang berkonflik dipisah sampai menemukan solusi atas
masalah yang terjadi. ARBITRASI, adanya peran orang ketiga sebagai
penengah untuk penyelesaian masalah. Kembali ke aturan yang berlaku saat
tidak ditemukan titik temu antara kedua fihak yang bermasalah.
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua
hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama.
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
e. Pemecahan Masalah Integratif
KONSENSUS,
sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik, bukan hanya
menyelesaikan masalah dengan cepat. KONFRONTASI, tiap fihak mengemukakan
pandangan masing-masing secara langsung & terbuka. PENENTU TUJUAN,
menentukan tujuan akhir kedepan yang lebih tinggi dengan kesepakatan
bersama.
f. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama.
Pilihan
tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari
masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja,
kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita
pertimbangkan.
2.4 Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga
elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait
dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas
tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya
tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. .Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
2.5 Teori-Teori Motivasi
Motivasi
merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan
atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai
rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari
kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk
tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia
telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan..
Motivasi
dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat
intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat
seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan
pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun
uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang
melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang
termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Banyak
teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk
memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia
akan dapat menjadi seperti apa. Landy dan Becker membuat pengelompokan
pendekatan teori motivasi ini menjadi 5 kategori yaitu teori
kebutuhan,teori penguatan,teori keadilan,teori harapan,teori penetapan
sasaran.
A. TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW (1943-1970)
Abraham
Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia
memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima
tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow,
dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang
lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar
terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi
sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu
tindakan yang penting.
• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
•
Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami,
dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan
keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan
menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
B. TEORI MOTIVASI HERZBERG (1966)
Menurut
Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua
faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor
motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk
keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar
manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor
ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement,
pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
C. Clayton Alderfer ERG
Clayton
Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada
kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness),
dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori
maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih
tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada
gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan
dari situasi ke situasi.
III. KESIMPULAN
Konflik
merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi,
disebabkan oleh banyak factor yang pada intinya karena organisasi
terbentuk dari banyak individu dan kelompok yang memiliki sifat dan
tujuan yang berbeda satu sama lain.
Kemampuan
menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan.
Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap
yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu
negative terhadap organisasi.
Dengan
pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal,
mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan
sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan
dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin
menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang
dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin, Manajemen Konflik Dalam Organisasi (Al Fabeta 2008)
Muchlas M, 2008, Perilaku Organisasi, Gadjah Mada University, Jogjakarta
Luthans F. Organizational Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987
Robbins, SP. Organizational Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar Maju, 1994
J. Winardi. 2003. Teori Organisasi & Pengorganisasian. Rajawali Press
Wikipedia.com bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Wahyudin
http://rakhmatmalik.blogspot.com/2010/11/makalah-konflik-organisasi_06.html